Diantara jemari tangan yang
terbentuk, tuhan telah mengukir garis tangan pada setiap makhluknya. Kaum adam telah memiliki siapa hawanya nanti.
Untuk menjadi hawa seumur hidupnya. Tuhan telah memberikan waktu agar adam dan hawa di dunia ini bertemu. Dimulai
dari kisah Adam yang telah dipertemukan
dengan hawa,dengan maksud untuk menjadi penentram jiwanya,untuk memperkuat
raganya ketika sedang diuji oleh tuhan.
Tuhan telah memberikan waktu agar dapat merangkul
pertemuan itu. Waktu yang diberikan menjadi suatu bentuk pengikat diatara dua
makhluk ini. Sama hal nya dengan apa yang terjadi pada makhluk tuhan lainya. Menginginkan
pertemuan itu terjadi sesempurna pertemuan dua makhluk dunia yang diturunkan
pertama kali.
Pertemuan yang diharapkan seperti
kapas yang masih bisa dibentuk sesuai harapan agar menjadi pengikat batin dua
jiwa. Dipertemukan untuk dipisahkan itulah yang terjadi pada setiap makhluk
tuhan yang bertemu. Tangan mengikat, waktu melindungi, batin menyatu, hati
tidak berbohong, namun perkataan angin lain yang membuat ikatan itu terlepas. Terputus
tanpa ada tali lain untuk dijadikan penghubungnya.
Perlahan, dua jiwa ini terlepas
dengan ikatan batin yang tidak pernah menginginkan itu trjadi. Bahkan anak adam
berkata “jika jiwa ini memang milikku,
maka kembalikanlah dia denga dia menjadi pendengar batinku” . Maka sosok wanita memiliki pernyataan lain
untuk memperkuat perkataan hati itu “sekuat
apapun aku melangkah untuk pergi menjauh dari sayapku ini, maka kembalikanlah
sayap batin ini agar dia tidak terbang jauh meninggalkan hati yang sudah
membuka untuk lekatan sayapnya”
Air mata tidak pernah terelakkan
dari penglihatan dua makhluk yang begitu menghargai kebersamaan dalam jiwanya. Berharap
waktu tidak melakukan hal ini kepada mereka. Berharap tangan ini tetap kuat menyatukan mereka.
“jangan meninggalkan sebelah sayap ini
ketika itu tidak mampu membuatku terbang menjadi lebih kuat” makhluk
paling lembut itu berkata dengan air mata yang tidak bisa terhapus.
Betapa berharganya jiwa itu, ketika
ia hadir kau begitu ramah menyapa dunia, namun ketika ia tidak dapat
menggenggammu lagi kau seperti terpuruk tenggelam dalam pasir yang semakin tak
memberikanmu cahaya untuk hidup. Ketika itulah tersadari, bahwa jiwa itu selalu
berarti untuk menjadi sayap yang
memperkuat kita terbang menuju cahaya indah kedamaian. Jangan meninggalkan hal yang seharusnya masih
tetap dimiliki. Aku ingin tetap mengejar apa yang seharusnya masih menguatkan
batinku ini. Selamat jalan, dan kembalilah untuk menemani jiwa ini////
No comments:
Post a Comment